Dinding-Dinding Mural Baru di Yogyakarta, Wujudkan Kota Humanis

Dinding-Dinding Mural Baru di Yogyakarta, Wujudkan Kota Humanis

Sejak lama, Yogyakarta (dalam beberapa bagian saya sengaja menyebut 'Jogja') memang dikenal sebagai kota yang paling artistik di Indonesia. Kesenian berkembang dengan sangat subur dengan habitat seni yang sudah mapan, dan karakteristik daerah yang masih nyaman bagi berkembangnya inspirasi dan imajinasi seni. Apresiasi masyarakat pun tinggi, karena seni selalu berjalan melebur dengan kearifan lokal daerah yang bersahaja.

Seni jalanan berupa mural dan grafiti di ruang-ruang umum, sudah menjadi bagian dari masyarakatnya sejak puluhan tahun lamanya. Sebelum street art kontemporer berkembang di kota-kota lainnya, Jogja telah lebih dulu akrab dengan seni jalanan yang dijiwai kuat dengan nilai-nilai budaya Jawa, khususnya Jogja itu sendiri. 'Nggelindinge wong ndhuwur iso mabur, nggelindinge wong ngisor mung ndlosor', tertulis pada sebuah mural legendaris yang berada di perempatan jalan Solo, samping Galeria Mal Yogyakarta. Banyak mural serupa dengan makna filosofis atau mengandung kritik sosial seperti ini yang membuat karya seni ini begitu dekat dengan masyarakat.

Saya percaya Jogja bisa menjadi kota dengan street art terbaik, sejajar dengan kota-kota mural dunia seperti Philadelphia atau Melbourne. Meskipun dengan kondisi iklim dan humiditas di Indonesia, mural pada dinding-dinding kota biasanya hanya bisa bertahan selama 3-4 tahun, dan harus diganti dengan mural yang baru setelahnya.



Inisiasi Mural Let's Color Walls of Connection

Jogja baru-baru ini juga menjadi kota yang dipilih oleh AkzoNobel -perusahaan cat dan pelapis produsen merek cat dinding terkemuka, Dulux- dalam program Let’s Colour Walls of Connection yang bertujuan menghidupkan ruang-ruang publik kota-kota di dunia. Berkolaborasi dengan MasterPeace, mengubah dinding di tiga wilayah di Yogyakarta menjadi tampilan penuh warna nan artistik yang dibuat oleh para seniman lokal dan masyarakat Yogyakarta. Inisiatif ini bertujuan untuk menginspirasi dan memberi energi pada kota-kota di seluruh dunia dan membuat kehidupan masyarakat lebih nyaman untuk ditinggali dan bersemangat.

Let’s Colour Walls of Connection adalah sebuah program kolaborasi AkzoNobel dan MasterPeace yang diluncurkan di Rotterdam, Belanda, pada Maret 2017 lalu. MasterPeace adalah gerakan perdamaian global yang bertujuan untuk menggerakkan penduduk di seluruh dunia untuk memanfaatkan talenta mereka untuk menciptakan perdamaian. Inisiatif ini berlangsung di lebih dari 40 kota di seluruh dunia, termasuk Indonesia, dan melibatkan ratusan seniman dan ribuan relawan dalam melukis 100 dinding di seluruh dunia.


Mural-mural baru yang dibuat dalam program Let’s Colour Walls of Connection di Jalan Sambilegi, Soboman dan Pakualaman Yogyakarta


Mewarnai dinding-dinding kota, menghidupkan ruang publik, juga menjadi salah satu cara untuk melibatkan masyarakat untuk menjadikan kota yang humanis, sesuai dengan komitmen penyelenggara. Selain itu,  Let’s Colour Walls of Connection juga bertujuan untuk merevitalisasi kota-kota di seluruh dunia serta membuat kota tersebut menjadi lebih nyaman untuk ditinggali dan memberi inspirasi.

Ini merupakan kelanjutan dari kampanye 'Mari Mewarnai Indonesia' yang diluncurkan tahun lalu oleh AkzoNobel yang percaya bahwa kekuatan warna dapat memperkaya hidup masyarakat serta membuat ruang tempat tinggal menjadi lebih berwarna, nyaman dan menyenangkan. "Dengan kekuatan warna, kreativitas dan keterlibatan ratusan peserta, kami mengajak masyarakat Yogyakarta untuk bersama-sama mengubah dinding menjadi daya tarik masyarakat," kata Jun de Dios, Presiden Direktur PT ICI Paints Indonesia (AkzoNobel Decorative Paints Indonesia).

Jogja dipilih oleh AkzoNobel dan MasterPeace untuk melaksanakan program ini karena kota ini memiliki warisan sejarah yang signifikan dan penting bagi kekayaan budaya Indonesia. Di sepanjang dinding seluas 750 meter, sekitar 1.640 liter produk Dulux Weathershield digunakan untuk pengecatan mural di daerah Pakualaman, Jalan Sambilegi dan daerah Soboman; yang merefleksikan tema ‘Bhinneka Tunggal Ika.’ Kegiatan ini melibatkan sekitar 500 mahasiswa dari Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta dan masyarakat Jogja.

Tema ini dipilih karena merupakan semboyan Indonesia, dan juga menggambarkan karakteristik unik bangsa Indonesia. Mural merupakan media yang sangat efektif dan multifungsi, sebagai pemersatu masyarakat dalam proses pembuatannya dan melalui pesan-pesannya. Mural juga menjadi refleksi sebuah kota dan penduduknya, dan menjadi sarana untuk mengembangkan bakat, kreatifitas dan imajinasi generasi muda.


Let’s Colour Walls of Connection adalah upaya lanjutan dari komitmen AkzoNobel untuk membantu menciptakan lebih banyak 'Kota Humanis' di Indonesia. Sampai saat ini, AkzoNobel telah melestarikan Kota Tua Jakarta melalui restorasi di beberapa museum dan tempat-tempat strategis di Kota Tua dalam upaya untuk menempatkan situs tersebut dalam daftar Warisan Dunia UNESCO; mural yang dibuat di daerah Kenjeran, Surabaya dan Siliwangi & Antapani, Bandung; serta pengecatan 10 bangunan ikonik dan bersejarah di 10 kota di Indonesia secara serentak dengan 1.000 tenaga pengecat dan meraih rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI).

 

See also:
-- Inspirasi Jalur Sutra Phillip Iswardono -- Antagonisme dalam Narasi Agni Saraswati -- Jogja yang Mencari Posisi di antara Batik dan Fashion -- Ekspresi 'OPERASI' dari Rachman Muchamad --

Tags

please login to comment.

RELATED ARTICLES

20 Tahun Selasar Sunaryo Art Space

20 Tahun Selasar Sunaryo Art Space

READ MORE