ARTJOG 2022; Kembali Meluaskan Pandangan Seni
By ketupatkartini - Aug 22, 2022Belum ada perhelatan seni tahunan yang dinanti di Indonesia, sebesar dan seantusias ARTJOG. Masa selama penyelenggaraan ARTJOG pun menjadi agenda most-wanted, sehingga selama rentang waktu tersebut, Yogyakarta menjadi sangat bergairah dengan banyaknya event seni, di beberapa venue dan galeri seni. Pada tahun 2022 ini terutama, ketika semua perhelatan sudah bisa diselenggarakan secara normal (tatap muka), masyarakat bisa menikmati minggu-minggu ini sebagai wisata seni.
Dengan rentang waktu yang lumayan lama, 7 Juli-4 September 2022, ARTJOG MMXXII -yang saya sebut saja ARTJOG 2022- tetap menempati markasnya di Jogja National Museum. Tahun ini, ARTJOG menampilkan karya dari 61 seniman individu maupun kelompok lintas generasi serta dibarengi berbagai program edukasi lain yang akan diadakan secara rutin selama penyelenggaraan festival berlangsung.
Agung Hujatnikajennong, kurator ARTJOG menjelaskan, “ARTJOG 2022 Expanding Awareness menutup rangkaian festival kami yang sejak 2019 tahun terakhir dibingkai dengan payung tema besar arts-in-common. Seleksi kuratorial dan perancangan program-program edukasinya mencakup spektrum yang selama ini eksis di luar ‘arus utama’ kesenian Indonesia, termasuk seni yang dipraktikkan oleh lingkaran-lingkaran anak-anak, remaja dan komunitas difabel. Kami percaya bahwa melalui kesenian, perluasan kesadaran dimungkinkan terjadi bukan melalui proses yang serba didaktik, linier dan searah, melainkan secara akumulatif dan resiprokal di antara karya-karya seniman dan khalayak, sehingga kesadaran tentang inklusivitas yang kami suarakan juga dapat berdampak meluas, di luar dunia kesenian.”
Tema 'Expanding Awareness', perluasan kesadaran, masih mengusung semangat dari perhelatan event beberapa tahun terakhir, yaitu inklusivitas. Heri Pemad, selaku direktur ARTJOG kerapkali menjelaskan visinya, bahwa presentasi, kehadiran seni seharusnya memang dibuka seluas-luasnya, dan dinikmati oleh siapapun, semua kalangan. Semangat ini bisa menjadi arus utama jaman, bersisian dengan para seniman yang juga menangkap dan menghadirkan karya-karya terbaiknya.
Kayun Kalamangsa, TacTic (Mutia Bunga, Lily Elserisa & Ayu Arista), 2022
Sailor Moonah 2, Alfiah Rahdini, 2022
Karya Seni
Kali ini yang menjadi instalasi khusus merespon tema ARTJOG MMXXII adalah instalasi berjudul Personal Denominator karya Christine Ay Tjoe. Karya berukuran hampir tiga meter kubik ini terinspirasi dari Tardigrada, spesies mikroskopis berukuran 0,5mm yang memiliki kemampuan bertahan hidup dalam lingkungan ekstrem. Daya hidup Tardigrada mengingatkannya pada situasi masyarakat yang meski selama dua tahun terakhir ditimpa masa pandemi, tetap memiliki kemampuan bertahan dengan cara-cara yang luar biasa. Personal Denominator berbicara tentang satu kualitas yang tidak mencapai nilai nol. Christine ingin menekankan bahwa setiap aktivitas manusia sesederhana apapun harus terus berlanjut dan menunjukkan daya hidup.
Salah satu karya yang mampu menyihir dan merampas perhatian saya adalah karya video 'Terpesona dengan Kegelisahan', karya Nadiah Bamadhaj. Sebuah fenomena lagu yang pernah viral di sosial media, yang mengandung lirik romantis namun dinyanyikan seperti yel-yel oleh anggota militer dengan gerak militeristik yang sangat khas. Bagi Nadiah, yel-yel itu bersangkut-paut dengan semangat nasionalistik yang ditampilkan melalui hiper-maskulinitas yang membangkitkan rasa gentar.
Bekerja sama dengan pasukan Garuda Merah dari Batalyon Infanteri 403 Yogyakarta, mereka membuat koreografi sendiri untuk penampilan mereka, dan dipresentasikan secara lambat (slo-mo). Hasilnya, rasa puas yang sedikit aneh dan misterius, namun membuat penasaran, seperti yang dipaparkan oleh sang seniman; rasa terpesona oleh ketakutan dan kecemasan. Saya kagum bagaimana sang seniman bisa menangkap sebuah spektrum perasaan yang langka ini, dengan kenikmatan yang sedikit janggal.
Dalam kerangka tematik ARTJOG kali ini, tawaran spektrum yang dihadirkan menjadi lebih luas dari pengalaman estetika ketika menikmati karya seni biasanya. ARTJOG turut pula menghadirkan beberapa project yang mengandung muatan good cause, edukasi, termasuk seni yang dipraktikkan oleh lingkaran di luar arus utama. 'Jamuan' yang mungkin terasa ekstensif dan sedikit lebih sederhana, bagi mereka yang mengharapkan bisa menikmati kedalaman karya para seniman.
Seperti instalasi Kisah Punah Kita dari jenama lokal Sejauh Mata Memandang. Sebuah gagasan dan gerakan yang dinilai mendesak, namun harus dipresentasikan secara artistik, dan menghibur. Kisah Punah Kita, menyampaikan sebuah realita tentang krisis iklim, dan beberapa spesies yang menuju punah. Karena seni adalah medium yang berbicara lewat rasa, menghibur dan lebih mudah diterima dan dipahami, sehingga instalasi 'Kisah Punah Kita' juga ternyata dibuat dengan pendekatan sederhana dan memanfaatkan berbagai bahan sehari-hari sebagai medium untuk menyampaikan pesan
Tetapi memang inilah yang ingin diangkat oleh ARTJOG kali ini, memaknai harapan di dunia yang terlanjur serba terkoneksi. Ia sekurang-kurangnya hendak memulai dengan intensi kritik-diri: Bahwa eksklusivisme di dunia seni rupa Indonesia sudah berlangsung terlalu lama, dan hal itu merepresentasikan kenyataan sosial yang lebih luas. Di sisi yang lain, ARTJOG percaya kesenian masih dapat bertindak sebagai alat untuk menginterogasi kembali pemahaman, memeriksa secara kritis kenyataan-kenyatan kontradiktif yang berkelindan di sekitar kita, dan untuk menunjukkan peran serta tanggung jawab kita sebagai manusia di dalamnya.
Residual Memory - Menambang Tembok, Budi Agung Kuswara, 2022
See also:
--
Nuansa Festival dan Kisah Persatuan dalam 'Ng Bono' Happa SS 19 --
Sinergi UKM dan Desainer dalam Pagelaran Festival Joglosemar --
Jogja yang Mencari Posisi di antara Batik dan Fashion --
Berdaya dan Bermanfaat dengan Menjadi Reseller Evermos --