IPMI Meneguhkan Posisi Fashion Terkurasi

Rutin digelar selama 33 tahun, IPMI Trend Show tetap konsisten menyuguhkan fashion pilihan yang berkelas

IPMI Meneguhkan Posisi Fashion Terkurasi

Ramainya gelaran mode di Indonesia sejak 10 tahun terakhir, dari Jakarta hingga kota-kota besar lainnya, membuat kita tidak henti-hentinya disuguhi dengan beragam fashion week, fashion festival atau nama-nama lainnya. Tingginya minat terhadap fashion dan populernya profesi desainer fashion, ditunjang dengan internet dan sosial media memang membuat wajah fashion Indonesia pada dekade terakhir benar-benar berbeda dengan sebelumnya.

Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) merupakan asosiasi desainer fashion pertama di Indonesia, dan menjadi pionir pergelaran mode atau yang kita kenal sebagai fashion week saat ini. Tahun ini untuk ke 33 kalinya IPMI menggelar IPMI Trend Show, yang menyuguhkan dan mempresentasikan koleksi terbaru dari para desainer anggotanya. Di usia 33 tahun, IPMI Trend Show tetap pada konsep yang mencerminkan kebijakan organisasi, selektif dan berkelas. Yang penting bukan pada kuantitas, jumlah desainer, jumlah show atau koleksi, melainkan unsur-unsur kualitas, kapabilitas dan nilai lebih yang bisa ditunjukkan melalui karya dan rancangan yang ditampilkan. 

Seperti beberapa tahun sebelumnya, IPMI Trend Show kali ini juga menghadirkan 2 venue dan konsep presentasi, runway untuk fashion show dan White Cube, sebuah ruang pamer instalasi fashion. Digelar selama 2 hari The Hall, Senayan City, pada 13 dan 14 November 2018 lalu.  


Presentasi fashion di White Cube dalam bentuk jajaran manekin dan instalasi menampilkan karya-karya dari Didi Budiardjo, Liliana Lim, Mel Ahyar, Tri Handoko dan Yogie Pratama. Para pengunjung dapat melihat langsung koleksi dari dekat, menyerap inspirasi dan berinteraksi dengan para desainer. Seperti Didi Budiardjo yang membuat koleksi serba pink cemerlang, menimbulkan rasa penasaran dan keingintahuan, karena koleksi kali ini yang sama sekali berbeda dengan kepribadian sang desainer. "Pink is my nemesis", ujar sang desainer. Warna pink sebenarnya merupakan warna yang sangat tidak disukai, atau ingin selalu dihindari oleh Didi. Pink merupakan warna yang sangat eksplisit dan gamblang untuk mewakili karakter yang sangat girly, sesuatu yang selama ini dihindarinya dalam mendesain. 

Jadi ini menjadi tantangan sang desainer untuk dirinya sendiri, dan memaksa diri untuk keluar dari zona nyaman dalam berkarya. Selain itu, Didi juga melihat dan mempelajari tren global, adanya kemungkinan bahwa warna pink akan lebih digemari, menjadi tren dengan interpretasi-interpretasi baru terhadap warna ini.

Salah satu instalasi yang juga menarik di White Cube, adalah koleksi terbatas dari Mel Ahyar, yang memasukkan unsur dan nilai-nilai tradisi dari Nusa Tenggara Timur, terutama para petani dan rakyat yang hidup sepenuhnya dengan mengolah hasil bumi. Kesadaran bahwa kehidupan mereka benar-benar sepenuhnya bergantung pada bumi, olahan hasil bumi, memupuk rasa mencintai dan berusaha untuk selalu memberikan kembali (giving back) kepada bumi. Kesadaran dan pemahaman ini yang lebih luas ingin disampaikan oleh Mel Ahyar. Dalam skala global, konsumsi fashion yang lebih sadar lingkungan mulai menjadi bagian dari generasi milenial, sebagai respon atas industri fast fashion.

Norma Hauri

Hian Tjen

Selain pameran di White Cube, digelar pula fashion show di runway stage selama 2 hari yang menampilkan rancangan para desainer IPMI lainnya; Stella Risa, Norma Hauri, Andreas Odang dan Hian Tjen. Hari pertama IPMI Trend Show 2019 juga diramaikan dengan parade peragaan busana bertema ‘Made in Indonesia’. Parade ini diprakarsai oleh IPMI berkolaborasi dengan organisasi nirlaba One Fine Sky, dengan dukungan BEKRAF, untuk menginspirasi kecintaan masyarakat terhadap produk fashion dalam negeri. Parade ‘Made in Indonesia’ diikuti oleh lebih dari 24 desainer, yang terdiri atas anggota IPMI dan juga desainer-desainer dan brand yang tidak tergabung dalam IPMI.

Menarik mencermati beberapa tren, kecenderungan dalam fashion yang disampaikan oleh para desainer tersebut. Agak kontradiktif dengan pernyataan desainer Tri Handoko (yang juga menjadi ketua penyelenggara perhelatan ini), ketika ditanya tentang tren tahun depan oleh seorang pewarta. Tri Handoko dengan tegas menyatakan bahwa ia (sebagai seorang desainer) tidak pernah melihat tren, dan tidak tertarik untuk melihat pandangan para trend forecaster. Pandangannya saya yakin merupakan pernyataan pribadi sebagai seorang desainer, namun menjadi ironi ketika disampaikan pada agenda terbuka (saat konferensi media) sebuah event yang bertajuk Trend Show. Lebih ironi lagi ketika pada saat peryataan itu dilontarkan, hadir pula Triawan Munaf, Ketua BEKRAF, badan pemerintah yang telah menerbitkan panduan nasional 'Indonesia Tren Forecasting'.


Di sisi lain, Tri Handoko juga menyampaikan bahwa IPMI Trend Show kali ini lebih berorientasi pada generasi milenial, dan mengikuti perkembangan jaman. Generasi masa kini adalah generasi yang dinamis, digitally conscious, dan sangat terbuka dengan perubahan. Karena fashion memang pada dasarnya selalu harus menawarkan kebaruan-kebaruan, untuk membuatnya terus diminati. Seharusnya IPMI juga bisa menerjemahkan semangat ini dalam semua aspek dan konsep perhelatan. Nyatanya, dari segi konsep acara, nyaris tidak ada yang berubah, dan tidak ada unsur excitement, atau unsur-unsur yang meletupkan antusiasme. Area White Cube, misalnya, nyaris tidak terdapat sentuhan dekorasi atau kreatifitas, koleksi para desainer hanya dipasang pada manekin yang diletakkan secara berkelompok, almost plain

Padahal, generasi muda sekarang adalah generasi yang berorientasi pada pengalaman, experience & leisure. Cara menikmati suatu hal menjadi penting, bukan lagi hanya substansi subjeknya. 

Well, terlepas dari hal tersebut, IPMI Trend Show merupakan sebuah kontribusi fashion yang sangat penting bagi Indonesia, yang secara konsisten menunjukkan bahwa industri kreatif dalam bidang fashion harus dibangun terutama dengan desainer, para pencipta tren yang memiliki kualitas, jam terbang dan reputasi. IPMI Trend Show juga selama ini menjadi salah satu tolok ukur, bagaimana menghasilkan karya fashion yang bernilai tinggi, dengan kurasi yang sangat baik. Sampai jumpa pada IPMI Trend Show 2020. 



See also:
-- Ikat Indonesia & Happa, Rayakan Ramadhan dalam Busana Modest Corak Nusantara -- Kisah Hulu Laran, Sang Penunjuk Jalan -- Nephindi Happa yang Memikat Hati dan Bikin Hepi -- Nuansa Festival dan Kisah Persatuan dalam 'Ng Bono' Happa SS 19 --

Tags

please login to comment.

RELATED ARTICLES

Indonesian Fashion Chamber, Satu Tahun yang Padat dan Produktif

Indonesian Fashion Chamber, Satu Tahun yang Padat dan Produktif

READ MORE
MUFFEST Hadir di 5 Kota Besar dalam Mendukung Pemulihan Industri Fashion Muslim di Tanah Air

MUFFEST Hadir di 5 Kota Besar dalam Mendukung Pemulihan Industri Fashion Muslim di Tanah Air

READ MORE